Translate

Wednesday 20 March 2013

2. MOTIVASI PERSEMBAHAN DIRI – KASIH ALLAH

Motivasi persembahan diri ditujukan kepada keadaan hati orang yang mempersembahkan diri. Untuk memiliki persembahan diri yang baik, kita bukan hanya perlu nampak dasarnya, tetapi juga perlu memiliki motivasi. 
Walaupun seseorang telah nampak dasar persembahan diri adalah telah dibeli dan ditebus oleh Allah, namun pengenalan ini mungkin tidak cukup untuk menjamah perasakannya, menggerakkan hatinya, dan menyebabkan dia mempersembahkan dirinya secara sukarela kepada Allah. 
Jika barang-barang yang dibeli Allah adalah benda-benda mati, seperti kursi atau kain, Allah dapat dengan segera menggunakan barang-barang itu sesuai dengan kehendakNya. Tetapi apa yang ditebus Allah hari ini adalah persona-persona yang hidup, masing-masing memiliki pikiran, kesenangan, dan kehendak. 
Walaupun Allah ingin memiliki kita, kita mungkin tidak begitu senang membiarkan Dia memiliki kita. Maskipun Allah mempunyai hak dan dasar yang sah untuk memiliki kita, kita mungkin tidak ingin Dia melakukannya.
Karena itu, ketika Allah menginginkan kita mempersembahkan diri kepadaNya, Ia harus menggerakkan hati kita. Ia harus memberi kita motivasi kasih sehingga kita bisa dengan sukarela mempersembahkan diri kepadaNya. Motivasi persembahan diri adalah kasih Allah. 
Setiap kali Roh Kudus mencurahkan kasih Allah dalam hati kita, dengan sendirinya kita akan sukarela menjadi tawanan kasih dan mempersembahkan diri kepada Allah. Persembahan diri yang dimotivasi oleh kasih Allah sementara ini, disebutkan dengan sangat jelas dalam dua bagian Alkitab: 2KORENTUS.5:14-15 dan ROMA.12:1. 2KORENTUS.5:14-15

Mengatakan,” 5:14 Sebab kasih Kristus yang menguasai kami, ....... Kristus telah mati untuk semua orang, supaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetapi untuk Dia, yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka.” Kata “ menguasai “ di sini dalam bahasa aslinya mengandung arti tekanan/dorongan aliran air deras. Dengan kata lain, ayat-ayat ini mengatakan kepada kita bahwa kasih Kristus yang rela mati untuk kita adalah seperti aliran air yang deras ke arah kita, mendorong kita untuk mempersembahkan diri kepada Allah dan hidup bagiNya tanpa dapat kita kendalikan. 

ROMA.12:1. Mengatakan, “Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup,” Kemurahan di sini mengacu juga kepada kasih Allah. 
Karena itu, disini Paulus ingin menggerakkan hati kita dengan kasih Allah. Ia akan membuat kita memiliki motivasi kasih, sehingga kita dapat mempersembahkan diri dengan sukarela kepada Allah sebagai persembahan yang hidup. Kita dapat melihat dari dua bagian ayat ini bahwa kasih Allah adalah motivasi persembahan diri kita.

Dalam persembahan diri yang normal, motivasi kasih ini sangat diperlukan. Jika persembahan diri kita hanya karena nampak dasar persembahan diri, pengenalan akan hak Allah atas diri kita, maka persembahan diri ini hanya karena pertimbangan yang sehat; persembahan ini akan kekurngan kemanisan dan kekuatan. 
Tetapi jika persembahan diri kita memiliki kasih sebagai motivasinya, jika perasakan kita telah dijamah oleh kasih Allah, daya tarik kasih ini akan menyebabkan kita mempersembahkan diri dengan sukarela kepada Allah. Persembahan diri ini akan menjadi manis dan penuh kekuatan. 

Hubungan pernikahan antara suami dan istri adalah contoh yang baik. Jika hubungan itu hanya berdasarkan pada hak, maka kehidupan mereka akan sukar menjadi harmonis dan manis. Hubungan pernikahan yang benar tidak hanya berdasar pada hak, tetapi lebih berdasar pada kasih. 
Karena istri mengasihi suaminya, maka ia menjadi satu dengannya dan hidup bersamanya. Demikian juga dengan persembahan diri yang benar kepada Allah. Ketika kita menjamah kasih Allah dan melihat bahwa Ia benar-benar patut dikasihi, kita akan mempersembahkan diri kepadaNya. 
Meskipun persembahan diri yang berdasar pada kasih mudah berubah seturut suasana hati kita, namun kekuatan persembahan diri itu adalah hasil dari tarikan kasih. Mereka yang belum pernah mengalami tarikan kasih Tuhan tidak akan memiliki persembahan diri yang baik dan penuh kekuatan. 
Hubungan pernikahan antara suami dan istri adalah contoh yang baik. Jika hubungan itu hanya berdasar pada hak, maka kehidupan mereka sukar menjadi harmonis dan manis. Hubungan pernikahan yang benar tidak hanya berdasar pada hak, tetapi lebih berdasar pada kasih. 
Karena istri mengasihi suaminya, maka ia menjadi satu dengannya dan hidup bersamanya. Demikian juga dengan persembahan diri yang benar kepada Allah. Ketika kita menjamah kasih Allah dan melihat bahwa Ia benar-benar patut dikasihi, kita akan mempersembahkan diri kepadaNya. 
Meskipun persembahan diri yang berdasar pada kasih mudah berubah seturut suasana hati kita, namun kekuatan persembahan diri kita adalah hasil dari tarikan kasih. Mereka yang belum pernah mengalami tarikan kasih Tuhan tidak akan memiliki persembahan diri yang baik dan penuh kekuatan. 
Bahkan setelah kita mempersembahkan diri dan ingin tetap mengikuti Tuhan dalam jalan persembahan diri, kita perlu senantiasa mendapatkan dorongan kasihNya, menjamah kemanisan kasihNya. Karena dalam jalan persembahan diri, sering kali seseorang mengalami penderitaan dan kerugian, dan hanya mereka yang sering menjamah kasih Tuhan dapat menemukan kemanisan dalam penderitaan mereka. 
 Maski rasul-rasul sebermula sangat diremehkan dan dipenjarakan, mereka menganggap penderitaan mereka adalah hal yang mulia dan menggembirakan, karena mereka dianggap layak untuk menderita penghinaan oleh karena nama Yesus KISAH RASUL.5:40-41
Para martir di sepanjang generasi dapat dengan sukacita menerima penderitaan kematian dan tidak bersedia menyangkal nama Tuhan, karena mereka telah menjamah Tuhan dan telah didorong oleh kasihNya. Karena itu, kasih antara kita dengan Tuhan, harus selalu diperbaharui. 
Motivasi kasih harus kita pertahankan di dalam kita sehingga persembahan dari dan pelayanan kita dapat selalu segar dan manis. 
Kesimpulannya, persembahan diri yang teguh dan penuh kekuatan membutuhkan kedua aspek ini: di satu pihak adalah memiliki dasar, yaitu mengenal bahwa diri sendiri telah dibeli oleh Allah, menjadi milikNya, karena itu kita harus mempersembahkan diri kepadaNya; di aspek yang lain adalah memiliki motivasi, yaitu melihat bahwa kasih Allah kepada kita benar-benar sangat besar, dan kasih ini mendorong kita sehingga kita bersedia mempersembahkan diri kepadaNya. 
 Pdt. Felix Agus Virgianto
 Khotbah Minggu, 11 Oktober 2009

No comments:

Post a Comment