Kita mungkin bertanya lebih lanjut, dari manakah Allah membeli kita? Beberapa orang mengira bahwa Allah telah membeli kita dari kuasa si Iblis, atau Allah telah membeli kita dari belenggu dosa, atau Allah telah membeli kita dari dunia.
Tetapi anggapan-anaggapan itu tidak sesuai dengan kebenaran. Membeli sesuatu menyiratkan suatu pengakuan bahwa hak kepemilikan sebelumnya itu sah; karena itu, seseorang harus menggunakan cara yang sah – pembelian – untuk mendapatkan hak kepemilikan itu.
Kuasa Iblis, belenggu dosa, dan penjajahan dunia semuanya tidak sah. Allah tidak pernah mengakui bahwa perkara-perkara itu sah. Karena itu, Allah tidak perlu membeli kita dari siIblis, dosa dan dunia. Iblis, dosa dan dunia merampas kita dengan cara tidak sah, menawan kita, dan menduduki kita.
Allah menyelamatkan kita melalui pekerjaan penyelamatan Tuhan di atas salib. Karena itu, dalam aspek ini,perkara di atas adalah penyelamatan, bukan pembelian. Lalu dari manakah Allah membeli kita? GALATIA.4:5.”Ia diutus untuk menebus mereka, yang takluk kepada hukum Taurat,” Ayat ini mengungkapkan kepada kita bahwa Allah telah menebus kita dari hukum Taurat; Allah telah membeli kita dari hukum Taurat.
![]() |
http://www.zazzle.com/ |
Mengapa Allah menebus kita dari hukum Taurat? Karena ketika kita berdosa dan jatuh, kita tidak hanya jatuh ke bawah Iblis, dosa dan dunia, menjadi tawanan mereka, tetapi juga melanggar keadilan Allah, melanggar hukum Allah, menjadi orang-orang yang berdosa.
Karena kita telah menjadi orang-orang berdosa, kita jatuh di bawah hukum Allah dan kita ditahan oleh hukum tersebut. Fakta bahwa kita ditahan oleh hukum Allah mutlak benar dan sah. Karena itu, jika Allah ingin melepaskan kita dari bawah hukumNya yang adil, Ia harus membayar lunas untuk memenuhi tuntutan hukumNya.
Harga
ini adalah darah Kristus yang ditumpahkan oleh AnakNya. Karena darah ini
memenuhi tuntutan hukum tersebut, kita
ditebus dari hukumNya yang adil, yaitu dibeli dari bawah hukum Taurat. Sejak
kita ditebus, kita telah dibebaskan dari kuasa hukum Taurat; kita tidak lagi
berada di bawah otoritasnya. Sebelumnya, kita adalah milik hukum Taurat, tetapi
sekarang kita adalah milik Allah.
Hak kepemilikan atas kita telah dipndahakan
dari hukum Taurat ke tangan Allah. Atas dasar pemindahan hak inilah Allah
menghendaki kita untuk mempersembahkan diri kepadaNya. Karena itu, hak
kepemilikan Allah atas kita melalui pembelian inilah yang menjadi dasar mengapa
kita seharusnya mempersembahkan diri kepada Allah.
Ketika kita memimpin orang
untuk mempersembahkan diri mereka atau ketika kita memeriksa persembahan diri
sendiri, kita harus tahu dasar persembahan diri ini. Kita harus nampak bahwa
kita telah dibeli oleh Allah dan hak kepemilikan atas diri kita telah
dipindahkan kepada Allah.
Karena itu, kita tidak lagi dalam tangan kita sendiri. Kita bukan lagi milik kita sendiri. Jadi, kalau kita mengenal dasar persembahan diri, persembahan diri kita akan stabil dan mantap. Jika kita memeriksa pengalaman persembahan diri orang-orang Kristen, kita akan menemukan bahwa mereka kebanyakan tertarik oleh kasih Tuhan.
Motivasi ini sangat baik dan masuk
akal. Tetapi jika kita mempersembahkan diri kepada Tuhan hanya karena tertarik
oleh kasih Tuhan, apakah persembahan diri ini akan mantap? Pengalaman
membuktikan kepada kita bahwa persembahan diri yang demikian tidak mantap.
Karena kasih adalah cerita yang bersangkutan dengan hasrat dan suasana hati kita. Ketika kita senang, kita mengasihi; ketika kita tidak senang, kita tidak mengasihi.
Hari ini, kita berada dalam suasana hati yang mengasihi, lalu kita
mempersembahkan diri; besok kita tiak berada di dalam suasana hati yang
mengasihi, lalu kita tidak mempersembahkan diri. Karena itu, jika persembahan
diri itu hanya merupakan masalah kasih, persembahan itu tidak cukup stabil.
Persembahan diri yang demikian akan cepat berubah seturut dengan suasana hati
kita yang tidak stabil.
Jika kita nampak
dasar persembahan diri dan tahu bahwa persembahan diri adalah berdasar pada
masalah pembelian, persembahan diri kita akan stabil dan mantap. Pembelian
bukan tergantung pada suasana hati, tetapi masalah kepemilikan. Allah telah
membeli kita dan mempunyai hak untuk memiliki kita. Karena itu, entah kita
senang atau tidak, kita harus mempersembahkan diri kita.
Persembahan diri kita seharusnya bukan hanya karena kasih Tuhan;
kita harus nampak bahwa Allah benar-benar mempunyai hak untuk memiliki kita.
Mengikuti Tuhan tidak selalu menggembirakan, dan melayani Dia tidak selalu
menyenangkan.
Bahkan orang-orang di antara kita yang telah melayani Tuhan
bertahun-tahun kadang-kadang merasa bahwa melayani Tuhan benar-benar tidak
mudah, tetapi dorongan di dalam kita melarang kita untuk melakukan yang
sebaliknya.
Kita sering merasa ingin menyerah, tetapi kita tidak bisa. Ini
dikarenakan kita telah nampak bahwa Allah mempunyai hak atas diri kita. Kita
telah dibeli oleh Allah, dan kita adalah milikNya; karena itu, entah kita menyukainya
atau tidak kita tidak bisa apa-apa selain mempersembahkan diri dan melayani
Dia.
Hari ini dalam dunia, orang-orang menikah ketika mereka menginginkannya
dan bercerai ketika mereka menginginkannya. Mereka bertindak menurut suasana
hati mereka tanpa nampak hak kepemilikan sedikit pun. Persembahan diri kita
tidak seharusnya demikian.

Jika kita dibeli
olehNya, kita tidak dapat melakukan
apa-apa kecuali mempersembahkan diri; kita tidak bisa apa-apa. Karena itu,
mulai sekarang, setiap kali kita berbicara mengenai persembahan diri, kita
tidak boleh mengabaikan dasar persembahan ini.
Setelah kita
melihat perkataan mengenai dasar persembahan diri, kita mungkin mengerti dengan
otak kita dan menerima dengan hati kita, tetapi ini tetap belum cukup. Kita
tidak bisa berkata bahwa kita telah memiliki dasar persembahan diri. Kita perlu
mengalami dasar ini secara riil dalam hidup sehari-hari. Setiap kali terjadi
sesuatu yang menyebabkan kita berargumen dengan Allah, kita harus menyembahNya
dan berkata,
“Tuhan aku adalah budak yang Kau beli. Hak kepemilikanku telah
dibeli olehMu. Di sini dan pada saat ini, aku memproklamirkan hakMu. Bahkan
dalam perkara ini, aku akan membiarkan Engkau menjadi Tuhan dan memutuskannya
untukku.”
Setiap kali kita meninggalkan kedudukan persembahan diri, kita harus
merasa bahwa kita adalah di dalam kedudukan memberontak sama seperti Onesimus,
budak yang melarikan diri dari tuannya, Filemon. Setiap kali kita dihadapkan pada kesempatan
untuk membuat pilihan, kita harus mengingat dasar persembahan diri, pembelian,
sebagai fondasi batu karang tempat kita berpijak. Kita harus berdiri terus
dengan teguh di atasnya, tidak berani meninggalkannya. Jika kita mengalami
persembahan diri dengan cara yang demikian sungguh-sungguh, kita benar-benar
memegang teguh dasar persembahan diri.
Pdt. Felix Agus Virgianto
Khotbah Minggu Tgl. 4 Oktober 2009.
No comments:
Post a Comment