Translate

Friday 9 December 2011

ANUGERAH DAN HUKUM TAURAT


GALATIA.4:23-24.”Tetapi anak dari perempuan yang menjadi hambanya itu diperanakkan menurut daging..... Sebab kedua perempuan itu dua ketentuan Allah: yang satu berasal dari Gunung Sinai dan melahirkan anak-anak perhambaan, itulah Hagar- Hagar ialah Gunung Sinai di tanah Arab....... Dengan kata lain, Hagar mengacu kepada hukum Taurat. Lalu apakah hukum Taurat itu? Hukum Taurat mewakili permintan Allah. Sepuluh perintah Allah mewakili sepuluh macam permintaan Allah kepada manusia.


Allah menghendaki ini, menghendaki itu. Sebab apa yang disebut melakukan hukum Taurat Allah? Melakukan hukum Taurat Allah berarti: aku akan memberi kepada Allah, aku akan melakukan sesuatu untuk diperkenan Allah. Tetapi Galatia.3:10, mengatakan,” Karena semua orang, yang hidup dari pekerjaan hukum Taurat, berada di bawah kutuk” Dengan kata lain,orang yang ”aku mau” melakukan sesuatu untuk diperkenan Allah adalah orang yang dikutuk.


Mengapa demikian? Karena manusia berdasarkan dirinya sendiri tidak bisa diperkenan oleh Allah, tidak layak mendapat perkenan Allah Roma 8:7-8. Ketika menyinggung hukum Taurat, firman Allah sering menaruh hukum Taurat berdampingan dengan daging. Roma 7 khusus menyinggung daging. Apa itu daging? Singkatnya, daging adalah kekuatan diri sendiri, daging adalah diri sendiri.

Bila kita ingin melakukan hukum Taurat,saat itu juga ada daging. Begitu orang kekuatannya mencari perkenan Tuhan, saat itu juga hukum Taurat datang. Orang yang dengan kekuatan daging mencari perkenan Allah, tidak diperkenan oleh Allah. Hagar dan Ismail mewakili hal ini. Hagar mewakili hukum Taurat, Ismail mewakili akibat dari daging.

Abraham adalah seorang beriman yang ingin mencari perkenan Allah, ia berupaya mencapai tujuan Allah. Allah menghendaki dia melahirkan anak, lalu dia mencari cara untuk melahirkan anak; bukankah itu berarti melakukan kehendak Allah? Bukankah ini mencari perkenan Allah? Apakah hal ini salah? Tetapi Paulus berkata, “Tetapi anak dari perempuan yang menjadi hambanya itu diperanakkan menurut daging”.

Kita harus melakukan kehendak Allah, tetapi masalahnya, siapa yang melakukan kehendak Allah? Kalau kita berdasarkan diri sendiri melakukan kehendak Allah, akibatnya akan melahirkan Ismail. Abraham salah, bukan karena tujuannya salah, melainkan karena sumbernya salah. Tujuannya supaya janji Allah tergenapi, tetapi ia salah karena memakai kekuatan diri sendiri untuk melakukan pekerjaan itu.

Sebab itu, kita harus melihat dengan tepat: Allah akan menolak kita tidak hanya bila kita melakukan satu perkara yang tidak diperkenanNya, juga kalau kita melakukan perkara yang disenangi oleh Allah berdasarkan diri kita sendiri.

Allah tidak senang tidak hanya bila kita berdosa, juga bila kita melakukan sesuatu berdasarkan daging diri sendiri. Bisakah kita mencari perkenan Allah? Kuncinya tergantung pada apakah kita mengalami salib menanggulangi daging kita, menanggulangi hayat alamiah kita.

Apakah kita betul-betul berkata kepada Allah,”Ya Allah, aku tidak bisa berbuat apa-apa, aku tidak layak berbuat apa-apa, aku hanya menengadah kepada Mu.” Orang yang benar-benar percaya kepada Allah, tidak akan bergerak berdasarkan dagingnya sendiri. Allah adalah Tuhan yang bekerja. Sebab itu, perkara yang paling berdosa kepada Allah adalah anak-anak Allah merebut kedudukan Allah.

Sering kali kesalahan kita justru ada disini: kita tidak bisa percaya, kita tidak bisa mempercayakan,kita tidak bisa menunggu, kita tidak bisa menyerahkan perkara ke tangan Allah. Inilah akar berdosanya kita kepada Allah. Yang Allah tentukan adalah Abraham melalui Sara melahirkan anak. Galatia 4:23 memberitahu kita, anak dari perempuan yang merdeka itu, lahir karena janji.

Perempuan merdeka mengacu kepada Sara. Hagar mewakili hukum Taurat. Sara mewakili anugerah. Apa perbedaan anugerah dengan hukum Taurat? Kita sendiri yang melakukan, itulah hukum Taurat; Allah yang melakukan untuk kita; itulah anugerah.

Anugerah yang disebut dalam Alkitab bukanlah lapang dada, murah hati, juga segalanya membiarkan kita melakukan, melainkan ada satu perkara yang khusus dikerjakan Allah di atas diri kita. Perkara yang khusus dikerjakan Allah di atas diri Abraham adalah Allah akan melalui Sara melahirkan Ishak. Memang Ishak dilahirkan dari Abraham, tetapi kelahiran itu berasal dari anugerah, berdasarkan janji Allah.

KRISTUS ADALAH KESIMPULAN HUKUM TAURAT

Dalam Roma 6 kita nampak bagaimana Allah melepaskan kita dari dosa; dalam Roma 7 kita nampak bagaimana Ia melepaskan kita dari hukum Taurat. Fatsal 6 menunjukkan kepada kita jalan untuk terlepas dari dosa melalui gambaran seorang tuan dengan hambanya; fatsal 7 menunjukkan kepada kita jalan untuk terlepas dari hukum Taurat melalui gambaran dua orang suami dengan satu istri. Jadi, hubungan antara dosa dengan orang dosa seperti hubungan tuan dengan hambanya; sedang hubungan antara hukum Taurat dengan orang dosa seperti hubungan suami dengan istrinya.


Pertama-tama bahwa dalam gambaran pada Roma.7:1-4, Paulus melukiskan kelepasan kita dari hukum Taurat. Di sini disebutkan satu perempuan, sedangkan suaminya ada dua. Perempuan itu berada pada kedudukan yang sulit, karena ia hanya dapat menjadi istri salah satu dari kedua orang itu. Tetapi sayang, ia telah menikah dengan orang yang tidak disukainya.

Jangan salah sangka, lelaki yang menikahinya itu adalah lelaki yang baik. Persoalannya disini,suami dan istri sama sekali tidak cocok. Yang lelaki adalah orang yang sangat untuk, sangat cermat, sedangkan yang perempuan bersifat masa bodoh, sembarangan. Bagi yang lelaki, segalanya harus tegas dan tepat, tetapi bagi yang perempuan segalanya ceroboh.

Yang lelaki menginginkan segalanya benar, sedangkan yang perempuan menerima segalanya secara apa adanya. Bagaimana mungkin keluarga semacam itu bisa bahagia? Sang suami begitu serius dan kaku! Ia selalu menuntut sang istri. Meskipun demikian, tidak seorang pun dapat menemukan kesalahan padanya, karena sebagai suami, ia berhak mengharapkan sesuatu dari istrinya; dan pula, semua permintaannya itu sah, tidak melanggar hukum.

Pada dirinya dan pada permintaannya tidak ada kesalahan. Persoalannya adalah, ia memiliki istri yang tidak mampu melakukan permintaannya. Kedua orang itu sama sekali tidak bisa hidup bersama, karena sifat-sifat mereka mutlak tidak serasi.

Demikianlah perempuan yang kasihan itu sangat menderita.Ia memang menyadari, bahwa dirinya sering berbuat salah, tetapi hidup bersama dengan suami semacam itu membuatnya merasa seolah-olah semua yang dikatakan dan dilakukannya adalah salah!

Apalagi yang dapat diharapkannya? Jika ia dapat menikah dengan Lelaki yang lain lagi, semuanya akan baik. Lelaki yang lain itu tidak kalah seriusnya dengan suaminya, tetapi Ia suka menolong, Ia sangat ingin menikah denganNya, tetapi suaminya masih hidup.

Apa yang dapat dilakukannya? Ia” terikat oleh hukum kepada suaminya” dan kalau suaminya belum mati, ia tidak bisa menikah dengan Lelaki lain itu secara sah. Suami yang pertama adalah hukum Taurat; suami yang kedua adalah Kristus; dan Anda dan saya adalah perempuan itu. Hukum Taurat menuntut banyak, tetapi tidak memberikan bantuan untuk melakukannya.

Tuhan Yesus juga menuntut banyak, bahkan lebih banyak lagi Matius. 5:21-48. Tetapi apa yang dituntutNya dari kita, dilakukanNya sendiri di dalam kita. Hukum Taurat menuntut dan membiarkan kita sendiri memenuhi tuntutannya. Kristus menuntut, tetapi Ia sendiri memenuhi tuntutanNya di dalam kita. Tidak heran bila si perempuan ingin bebas dari suaminya yang pertama agar ia dapat menikah dengan Lelaki yang lain itu!

Satu-satunya jalan kelepasannya adalah kematian suami pertamanya, tetapi suaminya itu tetap hidup; kecil sekali ke mungkinan mengharapkannya meninggal. MATIUS.5:18 Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi

Hukum Taurat akan terus berlaku sampai kekekalan. Jika hukum Taurat tidak mungkin berlalu, bagimana aku bisa bersatu dengan Kristus? Bagaimana aku dapat menikah dengan suami yang kedua jika suami yang pertama tidak mau mati? Hanya ada satu jalan keluar.

Jika ia tidak mau mati, akulah yang mati; dan jika aku telah mati, maka ikatan perkawinan itu pun putuslah. Itulah jalan kelepasan dari hukum Taurat yang Allah sediakan. Perkara paling penting yang harus kita perhatikan dalam potongan Roma 7 adalah peralihan dari ayat 3 ke ayat 4. Ayat 1-3 menunjukkan bahwa si suamilah yang harus mati, tetapi dalam ayat 4 kita nampak, ternyata si perempuanlah yang harus mati.

Hukum Taurat tidak mati, akulah yang mati, dan melalui kematian itu aku terlepas dari hukum Taurat. Hukum Taurat tidak mungkin mati. Tuntutan keadilan Allah tetap untuk selama-lamanya. Asal aku masih hidup, aku harus memenuhi tuntutan itu; tetapi jika aku telah mati, maka hukum Taurat tidak dapat lagi menuntut aku.

Ia tidak dapat melampaui kubur untuk mengejarku. Prinsip yang berlaku dalam kelepasan kita dari hukum Taurat juga berlaku dalam kelepasan kita dari dosa. Ketika aku mati, tuan lamaku [yaitu dosa] masih terus hidup, tetapi kuasanya atas hambanya hanya menjangkau sampai kubur, tidak lebih dari itu. Ia dapat menyuruhku mengerjakan seribu satu macam pekerjaan ketika aku masih hidup, tetapi begitu aku mati, sia-sialah ia menyuruhku. Sejak itu aku bebas selamanya dari tuntutannya.

Demikian pula halnya terhadap hukum Taurat. Ketika perempuan itu hidup, ia terikat dengan suaminya, tetapi begitu ia mati, putuslah ikatan perkawinan dan ia”terlepas dari hukum suaminya” Maskipun hukum Taurat masih tetap menuntut tetapi bagiku, kuasa untuk memaksaku melakukan tuntutannya itu sudah tamat.

Kini timbul suatu pertanyakan penting: “Bagaimana aku bisa mati?” Disinilah kemustikaan karya Tuhan: Roma.7:4.”Kamu juga telah mati terhadap hukum Taurat melalui tubuh Kristus. Ketika Kristus mati, tubuhNya terkoyak, dan karena Allah meletakkan aku di dalamNya 1Korentus.1:30. Maka aku pun telah terkoyak. Ketika Ia disalibkan, aku pun tersalib bersamaNya. Dalam pendangan Allah, kematianNya mencakup kematianku. Di Gunung Golgota, hal itu sudah genap selamanya.

Pdt. Felix Agus Virgianto
Khotbah Minggu Tgl. 8 Maret 2009

No comments:

Post a Comment