Translate

Saturday, 3 December 2011

DAGING DAN KELEMAHAN MANUSIA

Roma 6 menyajikan soal dimerdekakan dari dosa; Roma 7 menyajikan soal dimerdekakan dari hukum Taurat. Melalui fatsal 6 Paulus menerangkan bagaimana kita bisa terlepas dari dosa. Lalu kita simpulkan, semua itu adalah kebutuhan kita. Fatsal 7 kini menjelaskan, bahwa terlepas dari dosa saja belumlah cukup, masih perlu pula mengetahui pelepasan dari hukum Taurat.

Bila kita belum seluruhnya dimerdekakan dari hukum Taurat, mustahil kita mendapatkan kemerdekaan penuh terhadap dosa. Apakah perbedaan antara terlepas dari dosa dengan terlepas dari hukum Taurat?

Nilai yang pertama telah kita lihat, tapi mengapa masih perlu nilai yang kedua? Jawabannya, pertama-tama kita wajib memahami, apakah hukum Taurat itu, dan apakah nilainya yang khusus terhadap kita.

Roma 7 mengajarkan kita pelajaran yang baru, yakni penemuan bahwa aku ”hidup di dalam daging Roma7:5,”aku bersifat daging” Roma7:14,”di dalam aku, di dalam dagingku, tidak ada sesuatu yang baik” Roma7:18 Tl. Perkara ini telah melampaui perkara dosa, karena ini menyangkut hal mencari perkenan Allah.

Di sini kita bukan menanggulangi dosa dalam berbagai coraknya, melainkan menanggulangi manusia milik daging. Yang belakangan meliputi yang duluan, bahkan lebih maju lagi, karena ia , kita kepada penemuan yang menyatakan bahwa didalam wilayah daging, kita sama sekali tidak berdaya.” Mereka yang hidup dalam daging, tidak mungkin berkenan kepada Allah” Roma.8:8.

Bagaimanakah kita menemukan hal itu? Ini memerlukan bantuan hukum Taurat. Tidak sedikit orang Kristen yang walaupun sudah diselamatkan, namun tetap dipersulit oleh dosa. Ini bukan berarti mereka terus-menerus hidup di bawah kuasa dosa , melainkan ada beberapa dosa yang mengusik-usik dan menggoda terus-menerus, sehingga mereka dibuatnya tidak bisa tidak melakukan dosa itu berulang-ulang.
 
Pada suatu hari terdengarlah olehnya Injil yang sempurna, bahwa kematian Tuhan Yesus tidak hanya untuk membasuh bersih dosa-dosa kita, bahkan ketika Ia mati, Ia pun mencakup kita sekalian, orang-orang berdosa ini, kedalam kematianNya; bukan hanya dosa yang dibereskan, tetapi juga diri kita. Segera matanya terbuka dan ia tahu, bahwa dirinya telah tersalib bersama Kristus.
 
Wahyu ini di susul dua perkara: pertama, ia memandang dirinya sudah mati dan bangkit bersama Tuhan. Yang kedua, ia mengenal wewenang Tuhan atas dirinya sendiri, maka ia mempersembahkan diri kepada Allah seperti orang yang dulu mati dan kini telah hidup. Inilah permulaan hidup Kristiani yang indah, yang penuh pujian bagi Tuhan. Mulailah berpikir,”Aku sudah mati dan bangkit bersama Kristus. Aku sudah mempersembahkan segenap diriku kepadaNya untuk selama-lamanya."
 
Selayaknyalah kepadaNya untuk selama-lamanya. Selayaknyalah aku berbuat sesuatu untukNya, karena Ia sudah berbuat banyak. Aku ingin mencari perkenanNya serta melakukan kehendakNya.” Maka setelah mempersembahkan diri, ia segera berusaha mencari kehendak Allah serta menyiapkan diri untuk melaksanakannya. Ternyata ia menemukan sesuatu yang baru.
 
Semula ia menyangka dirinya sanggup mengerjakan kehendak Allah, juga mengasihi kehendak Allah. Lambat laut ia menemukan, bahwa dirinya justru sering tidak menyukai kehendak Allah. Kadang-kadang bahkan dengan jelas-jelas ia enggan berbuat menurut kehendak Allah. Kalaupun ia mencoba melakukannya, malah ditemukannya bahwa ia tidak berdaya melakukan kehendak Allah.
 
Mulailah ia meragukan pengalamannya sendiri, dan mulai bertanya kepada diri sendiri, “Betulkah aku ini sudah tahu? Ya! Betulkah aku sudah memandang? Ya! Betulkah aku sudah mempersembahkan diri kepadaNya? Ya! Pernahkah aku membatalkan penyerahanku? Tidak! Lalu bagaimana dengan semua keadaan ini? “ Semakin ia berminat mengamalkan kehendak Allah, ia makin gagal. Akhirnya ia sampai pada satu kesimpulan, bahwa pada hakekatnya ia tidak pernah menyukai kehendak Allah; maka ia berdoa.
 
Mohon diberi minat dan kekuatan untuk mematuhi kehendakNya. Ia mengakui ketidaktaatannya, dan berjanji tidak akan tidak taat lagi. Tetapi belum juga bangkit dari berlutut, ia sudah jatuh kembali.

Belum lagi mencapai kemenangan, ia sudah merasakan kegagalannya. Lalu ia berkata lagi kepada diri sendiri, “Mungkin keputusan terakhirku kurang tegas. Kali ini aku harus lebih tegas dan lebih mutlak. “Kemudian ia menyerahkan seluruh kekuatan tekatnya, tetapi hasilnya malah mengalami kegagalan yang lebih dahsyat.

Akhirnya, terpaksa ia mengumandangkan kata-kata Paulus, “Sebab aku tahu bahwa didalam aku, yaitu di dalam aku sebagai yang bersifat daging, tidak ada sesuatu yang baik. Sebab menghendaki yang baik memang ada padaku, tetapi melakukan apa yang baik, tidak Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku lakukan, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku lakukan” Roma 7:18-19. Bukan kepalang putus asanya.

YANG DIAJARKAN HUKUM TAURAT

Banyak orang Kristen menemukan dirinya tiba-tiba berada dalam pengalaman Roma 7, tetapi tidak tahu mengapa demikian. Mereka mengira pengalaman Roma 6 sudah cukup, asal berpegang pada hal yang disajikan dalam Roma 6, tidak mungkin timbul masalah kegagalan. Tetapi mereka betul-betul terkejut, ketika menyadari bahwa dirinya sedang berada dalam suasana Roma 7.
 
Bagaimana sebenarnya ini? Pertama-tama, kita wajib tahu jelas, bahwa mati bersama Kristus yang dipaparkan dalam Roma 6 itu memang cukup memenuhi seluruh kebutuhan kita. Hanya penjelasan fatsal 6 tentang kematian itu dan hal-hal yang diakibatkan olehnya belumlah lengkap. Mengenai kebenaran yang diutarakan dalam fatsal 7, kita masih belum paham. Roma 7 berfungsi menerangkan dan merealisasikan kalimat dalam Roma.6:14 Sebab kamu tidak akan dikuasai lagi oleh dosa, karena kamu tidak berada di bawah hukum Taurat, tetapi di bawah kasih karunia.
 
Kesulitannya ialah kita belum tahu kelepasan dari hukum Taurat. Lalu, apa makna hukum Taurat? Anugerah berarti Allah bekerja untuk aku; hukum Taurat berarti aku bekerja untuk Allah. Terhadap diriku, Allah mempunyai tuntutan yang kudus dan benar, inilah hukum Taurat. Jadi, jika hukum Taurat itu berarti Allah menuntut aku melakukan sesuatu, maka kelepasan dari hukum Taurat berarti Ia tidak lagi menun- tut aku, sebaliknya Ia sendiri yang memenuhi tuntutanNya.
 
Hukum Taurat menyatakan bahwa Allah menuntut aku berbuat sesuatu bagiNya; kelepasan dari hukum Taurat berarti aku dibebaskan dari berbuat sesuatu, bahkan melalui karunia, Ia sendiri yang menggenapinya. Aku,[aku disini adalah manusia milik daging, yang terancam dalam 7:14] tidak perlu melakukan apa-apa bagi Allah, inilah kelepasan dari hukum Taurat. Kesulitan dalam Roma 7 ialah manusia milik daging itu mencoba melakukan sesuatu untuk Allah. Setiap kali Anda mencoba mencari perkenan Allah sedemikian, Anda justru menempatkan diri Anda di bawah hukum Taurat, sehingga Anda terperosok ke dalam pengalaman Roma 7.
 
Untuk dapat memahami perkara ini, mula-mula kita wajib mengerti, bahwa kesalahannya bukan terletak di pihak Taurat Paulus berkata,   Jadi hukum Taurat adalah kudus, dan perintah itu juga adalah kudus, benar dan baik.  Roma.7:12. Taurat itu tidak salah, kesalahan ada pada diriku. Tuntutan Taurat memang adil, namun aku sebagai si tergugat [yang dituntut] yang tidak adil. Bukan karena tuntutan hukum Taurat tidak adil, tetapi akulah yang tidak mampu memenuhinya.
 
Seperti misalnya, pemerintah menagih pajak sebesar RP.10.000.000,- tetapi kalau aku hanya memiliki Rp.1.000.000,-lalu ingin dengan uang itu memenuhi tagihan pajak, tentu kesalahannya terletak pada diriku. Aku sudah ”terjual dibawah kuasa dosa” Roma.7:14. Dosa memiliki kuasa atas diriku. Selama aku dibiarkan saja, aku kelihatannya masih lumayan. Namun begitu Anda menyuruhku mengamalkan sesuatu, kedosaanku segera nyata. Kita  semua terlahir sebagai orang dosa.
 
Jika Allah tidak menuntut apa-apa pada kita, semuanya seolah-olah terlihat baik. Tetapi begitu Ia menuntut sesuatu pada kita, segera alam kedosaan kita terpapar bulat-bulat. Jadi Taurat itu menyingkapkan kelemahan kita.  Allah mengenal siapa aku. Ia tahu bahwa dari ujung rambut hingga telapak kaki, aku penuh dosa. Ia tahu, bahwa aku adalah jelmaan kelemahan; aku tidak dapat melakukan apa-apa. Kesulitannya ialah aku sendiri tidak mengetahuinya. Aku mengakui bahwa semua orang adalah orang dosa, dan aku sendiri juga orang dosa.
 
Tetapi, aku masih mengira bahwa diriku bukan orang dosa yang sama sekali tidak berpengharapan seperti yang lainnya. Allah perlu membawa kita mencapai satu taraf, sehingga kita nampak, bahwa kita benar-benar lemah sekali tidak bisa ditolong. Walaupun kita bisa berkata demikian, tetapi mungkin tidak sepenuhnya percaya perkataan itu; sehingga Allah terpaksa berbuat sesuatu untuk meyakinkan ketidak tertolongannya kita. Kalau tidak ada hukum Taurat, kita tidak mungkin mengenal betapa lemahnya kita ini.
 
Paulus telah mencapai keadaan itu. Hal itu nampak jelas dari perkataannya “Sebaliknya, justru oleh hukum Taurat aku telah mengenal dosa. Karena aku juga tidak tahu apa itu keinginan, kalau hukum Taurat tidak mengatakan: "Jangan mengingini!"  Roma.7:7 Apapun pengalamannya terhadap bagian lain dari hukum Taurat, yang pasti perintah kesepuluh yang mengatakan. “jangan mengingini..........” telah menyingkapkan dosanya. Seluruh kegagalan dan ketidak mampuannya terbentang di hadapaannya. Semakin kita berusaha memelihara hukum Taurat, kelemahan kita pun semakin ternyata dan kita akan semakin masuk ke dalam Roma 7,hingga jelas-jelas terpampang di depan kita bahwa kita begitu lemah sampai tidak bisa diharapkan lagi.

Semakin kita berusaha memelihara hukum Taurat, kelemahan kita pun semakin nyata, dan kita akan semakin masuk ke dalam Roma 7, hingga jelas-jelas terpampang di depan kita, bahwa kita begitu lemahnya sampai tidak bisa diharapkan lagi. Allah sudah tahu semuanya itu, tetapi kita tidak tahu. Maka Allah terpaksa membawa kita menempuh pengalaman yang pahit agar kita mengakui fakta itu.

Kelemahan kita perlu dibuktikan di depan kita, sehingga kita tidak bisa membantah lagi. Itulah sebabnya Allah memberikan hukum Taurat kepada kita. Dengan demikian Allah tidak pernah memberikan hukum Taurat kepada kita untuk dipelihara. Dia memberikan hukum Taurat kepada kita untuk kita langgar! Dia tahu benar bahwa kita tidak dapat memeliharanya.

Kita begitu bodoh, sebab itu di atas diri kita Dia tidak ada tuntutan apa-apa. Tidak pernah ada seorang pun yang berhasil membuat dirinya diperkenan Allah melalui hukum Taurat. Dalam Perjanjian Baru juga tidak ada satu tempat pun yang mengatakan bahwa kita harus memelihara hukum Taurat. Sebaliknya ada tertulis, bahwa hukum Taurat diberikan supaya pelanggarannya semakin nyata.”Dengan masuknya Taurat, pelanggaran menjadi semakin banyak” Roma.5:20. Hukum Taurat diberikan supaya kita menjadi pelanggar-pelanggarnya!

Memang, aku adalah orang berdosa di dalam Adam:”Sebaliknya, justru melalui hukum Taurat aku telah mengenal dosa...... sebab tanpa hukum Taurat dosa mati..... Akan tetapi, sesudah datang perintah itu, dosa mulai hidup.” Roma7:7-9. Sebab itu hukum Taurat adalah sesuatu yang menyingkapkan sifat kita yang sebenarnya. 

Celakanya, kita begitu buta, dan mengira diri sendiri begitu kuat, sehingga Allah harus memberi kita sesuatu untuk menguji kita dan membuktikan, betapa lemahnya kita ini. Akhirnya, kita nampak dan mengaku,”Aku benar-benar adalah orang dosa, dan dari diriku sendiri, aku tidak dapat melakukan apa-apa untuk menyenangkan hati Allah yang kudus.”

Jadi, hukum Taurat diberikan bukan dengan harapan agar kita memeliharanya. Allah tahu dengan jelas, begitu hukum Taurat diberikan, kita segera melanggarnya; bila kita telah melanggarnya habis-habisan, kita baru yakin bahwa diri kita sebenarnya sangatlah lemah, dengan demikian tujuan hukum Taurat telah tercapai. “Jadi, hukum Taurat adalah penuntun bagi kita sampai Kristus datang Galatia.3:24, agar Ia sendiri yang menggenapkan hukum Taurat itu di dalam kita.


Pdt.Felix Agus Virgianto
KHOTBAH MINGGU TGL.1 MARET 2009





No comments:

Post a Comment